Telu Pak

Pada zaman dahulu kala, di Lampung ada seorang pemuda bernama Buyung. Sejak kecil, ia adalah anak kesayangan orang tuanya. Mereka memanjakannya dengan segala keinginan dan keinginan, memberinya hadiah dan kemewahan. Buyung tumbuh dalam kehidupan yang mudah, tidak pernah berusaha keras.

Seiring berjalannya waktu, Buyung memasuki masa dewasa, tetapi orang tuanya akhirnya meninggal, meninggalkannya tanpa kekayaan, dan tanpa keterampilan untuk menghidupi dirinya sendiri. Hidupnya berubah drastic, karena ia menemukan dirinya dalam kemiskinan yang parah. Istrinya, yang khawatir akan masa depan mereka, menyarankan agar ia mencari bimbingan dari seorang guru bijak untuk membantunya mendapatkan kembali kekayaannya.

Dengan tekad untuk mengubah nasibnya, Buyung memulai perjalanan untuk menemukan seorang guru yang dapat memberinya kebijaksanaan yang dibutuhkan. Setelah berhari-hari mencari, akhirnya ia menemukan seorang bijak yang tinggal di atas bukit. Sang bijak mendengarkan keluhan Buyung dan memberikan sebuah nasihat, yaitu selalu melakukan kebaikan walau sulit.

Buyung pulang, terinspirasi tetapi tidak yakin. Namun, setelah tiga bulan mencoba menjalani nasihat sang bijak, ia tidak melihat perubahan dalam nasibnya. Merasa frustrasi, Buyung memutuskan untuk mencari guru lain.

Dalam pencariannya untuk mendapatkan kebijaksanaan, Buyung bertemu dengan seorang guru kedua, yang memberitahunya agar jangan bermimpi tentang sesuatu yang mustahil. Walau Buyung menghargai kata-kata sang bijak, ia kembali ke rumah lagi dengan perasaan putus asa karena tetap berada dalam situasi yang sama.

Tidak putus asa, ia mencari guru ketiga. Kali ini, sang guru menasihatinya agar jangan mendengarkan Perempuan karena mereka hanya akan mengalihkan perhatian. Mengikuti nasihat ini menyebabkan pertengkaran konstan dengan istrinya, dan akhirnya ia menyadari bahwa nasihat ini merugikan.

Akhirnya, Buyung bertemu dengan guru keempat yang berjanji jika Buyung mengikuti nasehatnya dia akan menjadi sukses. Namun dengan syarat, Buyung dilarang mencari guru lain. Ingin untuk menemukan solusi, Buyung setuju. Sang guru memintanya untuk membantu orang lain kapan saja, siang dan malam, dan dengan demikian, Buyung mengadopsi nama baru: Telu Pak—yang berarti “tiga” dan “empat,” melambangkan empat guru yang dimilikinya

Suatu malam gelap, seorang prajurit mengetuk pintu Telu Pak, membawa tubuh temannya yang telah meninggal. Prajurit itu menjelaskan bahwa ia tidak dapat membawa tubuh itu ke istana dan meminta bantuan Telu Pak untuk menguburkannya. Mengingat kata-kata gurunya, Telu Pak setuju dan pergi untuk membantu.

Saat ia menggali tanah, cangkulnya terantuk sesuatu yang keras dan bersinar. Itu adalah sebuah batu besar. Setelah selesai mengubur prajurit itu, ia membawa batu itu pulang untuk ditunjukkan kepada istrinya. Batu itu ternyata adalah sebuah berlian yang besar.

Berita tentang kekayaan Telu Pak menyebar dengan cepat di seluruh desa, bahkan sampai ke telinga raja, yang menginginkan berlian itu untuk dirinya sendiri.

Raja mengunjungi Telu Pak dan berkata, bahwa dia juga memiliki berlian yang mirip dengan milik Telu Pak, namun lebih kecil. Raja percaya bahwa berlian Telu Pak adalah induk dari berlian raja yang mencari anaknya. Sang raja lalu mengusulkan tantangan untuk meletakkan berlian mereka di atas meja, jika berlian Telu Pak bergerak menuju milik raja, maka berlian Telu Pak menjadi milik Raja. Begitu pula sebaliknya, jika milik raja bergerak menuju milik Telu Pak, maka berlian milik raja akan menjadi milik Telu Pak. Telu Pak pun sepakat dengan tantangan tersebut.

Saat mereka meletakkan berlian di atas meja, untuk keheranan semua orang, berlian raja mulai bergerak ke arah berlian Telu Pak. Menepati janjinya, sang raja menyerahkan berlian miliknya kepada Telu Pak.

Dengan dua berlian di tangannya, Telu Pak sangat bahagia. Ia menjual berlian itu dan menggunakan uangnya dengan bijaksana, memastikan kehidupan yang lebih baik untuk dirinya dan istrinya. Sesuai janjinya, ia membagikan kekayaannya kepada orang-orang miskin dan mengajarkan pelajaran yang ia pelajari dari empat gurunya kepada orang lain di desa.

Rasa hormat dan kekaguman tumbuh terhadap Telu Pak, dan banyak yang mulai merujuknya sebagai orang bijak. Ia menjadi sinar harapan dan sumber kebijaksanaan bagi orang-orang di sekitarnya, membuktikan bahwa kebaikan dan kerja keras dapat mengarah pada kehidupan yang makmur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *